Rumusan Strategis Penyiaran ala Wagub Jabar

 

Tanggal Posting : 26 Feb 2016 03:05 Wib | Dibaca : | Kategori : Berita Umum | Penulis : Admin BPMPT


BANDUNG -- Pada Rapat Koordinasi Penyiaran bertema: Peran Strategis Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama DPRD dan Pemerintah Daerah untuk Memajukan Penyiaran Indonesia, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menyatakan sejumlah rumusan strategisnya mengenai penyiaran di Indonesia.

Hal pertama yang dia ungkapkan adalah terkait konten. Bahwa konten di media elektronik khususnya televisi (TV), menjadi keresahan banyak pihak. Pasalnya, kata dia suatu adegan di TV dapat menjadi 'sihir' yang mempengaruhi sisi emosional seseorang. Maka konten penting untuk diawasi. Sebuah tayangan harus ada manfaatnya bagi masyarakat.
"Konten jadi keresahan banyak pihak. Film/tayangan ini 'sihir', satu detik menggerakan 25 frame, yang juga bisa menggerakan kita untuk sedih, untuk tertawa. Jadi penting ini konten, karena pada dasarnya frekuensi ini milik negara, negara milik rakyat. Jadi sejauh mana pinjaman frekuensi ini bermanfaat untuk rakyat," kata Deddy di hotel Grand Aquila Bandung, Kamis (25/2/16).

Terkait revisi Undang - Undang Penyiaran, kata Deddy, harus bisa mengakomodir perkembangan teknologi.  "UU penyiaran perlu selaras dengan UU perfilman, termasuk Pers. Karena ada karya-karya Jurnalistik yang disajikan dalam bentuk visual di televisi," katanya. 

“Dalam rekomendasi ini kan ada tentang revisi Undang - Undang tadi kita berikan masukan. Kemudian UU penyiaran ini perlu punya kaitan nanti dengan UU perfilman, juga UU Pers tentunya. Karena ada juga karya-karya jurnalistik dalam bentuk visual kan.  Bagaimana kaitannya itu saya kira penting juga ini,” ujar Deddy.

Menyinggung soal kepemilikan stasiun televisi, masih menurut Deddy saat ini satu orang ada yang mempunyai beberapa stasiun televisi. Menurut Deddy ini perlu diperhatikan, bagaimana UU mengatur hal ini, apakah diperbolehkan. Jangan sampai ada monopoli di bidang komunikasi.
 
Yang tak kalah penting disinggung Deddy pada rakor kali ini yaitu Lokal Konten, yang menurutnya salah satu permasalahannya adalah jam tayang. Tayangan lokal biasanya disiarkan dini hari dimana tidak banyak pemirsa yang menyaksikan. Disamping itu, konten lokal di televisi perlu juga mengeksplor potensi lokalitas yang ada lebih dalam lagi. Untuk itu, Jawa Barat pun tak jarang mengadakan Festival – festival film seperti Festival Film Jawa Barat (FFJB) dan sejumlah kompetisi lainnya untuk menggali konten lokal yang bisa disiarkan oleh anak – anak muda.
 
“ Lokal Konten, persoalannya juga jam tayang. Jam tayang biasanya kalau di daerah di jaringan TV Nasional tak jarang paling tidak tayangnya pukul 1.30 pagi. Padahal ya bisa di sore hari, atau jam 10 malam. Padalah Cuma 2 jam 24 menit, ini juga harus jelas diatur Undang – Undang. Jawa Barat sendiri banyak mengadakan festival, seperti FFJB dan Festival lainnya untuk menggali konten lokal, oleh anak-anak muda," papar Deddy.
 
“Selanjutnya sulih suara, apakah benar diperbolehkan sulih suara. Jadi orang Arab pakai bahasa Indonesia, orang Turki pakai bahasa Indonesia. Ini bicara kultural, gaya hidup orang yang seolah dianggap gaya hidup Indonesia. Saya lebih cenderung dengan bahasa aslinya, jadi interaksi budayanya ada," tegas Wagub
 
Efeknya televisi kita akan dibanjiri film serial impor, yang paling bahaya krisis kultur. Dan secara ekonomi, production house (PH) di Indonesia banyak yang mati, karena impor film biayanya lebih murah dari pada buat film. Jadi hal ini merambat kemasalah ekonomi, budaya, dan sebagainya.
 
Lanjut menurut Wagub Deddy, tayangan yang ideal sejatinya tidak bisa dipaksakan pada pihak swasta. Karena pihak swasta berbisnis, berinvestasi. Kata Deddy Televisi yang saat ini dibawahi langsung oleh DPR ini, bisa jadi contoh TV yang ideal tayangannya di negeri ini. TVRI mempunyai jaringan terluas di Indonesia, yang tidak dimiliki TV swasta. Saat ini menurutnya, konten yang ada di televisi ini, tinggal dipoles agar terlihat menarik.
 
“Kita kan tidak bisa menyerahkan sebuah siaran yang ideal pada swasta. Sekarang ada TVRI, yang sekarang langsung di bawah DPR. Misalkan daerah terluar, terpencil, terbelakang, bagaimana swasta bisa masuk sana? kan mereka berinvestasi. Nah TVRI inilah sebagai TV Publik yang bisa men-support itu, mencover itu semua. Termasuk juga konten-konten idealnya. Kan dibiayai oleh pemerintah, mestinyakan bisa lebih baik dari pada anggaran yang dikelola oleh swasta. Karna cover areanya paling besar TVRI. Maka tidak salah bila diberikan anggaran yang besar, cuma persoalannya anggaran yang besar belum tentu efektif kalau kelembagaannya belum dibenahi,” papar Wagub.

Kemudian dalam hal pemilihan komisioner KPI, wagub ingin jangan sampai terintervensi pengaruh politik, bisnis, dan kepentingan lainnya. Pada akhirnya jangan sampai menggunakan frekuensi publik, untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
 
Sementara itu, terkait perpanjangan ijin 10 jaringan televisi Nasional. Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Rudiantara menganggap kesempatan tersebut menjadi momentum untuk mengevaluasi rekor stasiun televisi tersebut dalam sepuluh tahun ke belakang.

Disamping itu kata dia, dengan fungsi KPI sebagai pengawas. Harus juga melibatkan masyarakat sebagai penilai. Karna pada akhirnya semua yang diregulasikan harus bermanfaat baik untuk masyarakat. Oleh karena itu, koordinasi antara KPI Pusat dan KPID di seluruh Indonesia pun perlu berjalan dengan baik.
 
“Akhir tahun ada 10 stasiun televisi yang harus perpanjang izinnya. Evaluasinya dari konten KPI, dari teknis administrasi Kominfo yang melakukan. Nanti kami bersama menentukan hasilnya seperti apa, apakah ada perpanjangan, perpanjangan bersyarat, atau harus diapakan kita urus sampai sana," ujar Menteri Rudiantara.
 
“KPI itu kan fungsinya lebih kepada pengawasan, salah satu yang lain adalah pemberian izin bersama dengan pemerintah. Ini harus dilihat dari satu sisi bagaimana masyarakat menilainya. Nah ini harus dirancang dengan baik, keberadaan KPI dan KPID ini juga seperti apa," tambahnya.
 
 
HUMAS PEMPROV JABAR


Post Terkait